Jumat, 28 Maret 2008

Membangun Kecintaan Akan Langgam Keroncong

Alunan musik keroncong terdengar lembut di Colosium depan Kantor Pos Tegal, Senin (17/3) malam. Sekelompok pemain dan penyanyi keroncong asyik menghayati setiap lagu yang mereka bawakan. Malam itu, kelompok musik keroncong ESKA dari Kelurahan Tegalsari, Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal, tampil dalam acara Pekan Keroncong Kota Tegal.

Pekan Keroncong Kota Tegal merupakan perhelatan Dewan Kesenian Kota Tegal dan Akademi Kebudayaan Kota Tegal. Adapun Kelompok ESKA tampil membawakan sejumlah lagu pop dan latin yang diaransemen dengan musik keroncong.

Ajang musik itu berlangsung selama enam hari dengan menampilkan kelompok musik keroncong dari Kota Tegal dan sekitarnya.

Ketua Komite Musik Dewan Kesenian Kota Tegal Joshua Igho BG mengatakan, pekan keroncong bertujuan menumbuhkan apresiasi generasi muda terhadap seni musik keroncong. Pasalnya, kini jenis musik tersebut hampir ditinggalkan masyarakat, terutama generasi muda.

Musik keroncong sulit bersaing dengan berbagai jenis musik lain, seperti pop, rock, dan beberapa macam musik alternatif lainnya. Padahal, keroncong merupakan salah satu kekayaan musik Indonesia yang ada sejak lama. Oleh karena itu, demi menghidupkan kembali kecintaan akan musik keroncong mereka menggelar acara tersebut.

Kelompok musik yang tampil merupakan kelompok musik keroncong dari kalangan anak muda. Mereka secara inovatif mengaransemen musik keroncong agar tidak membosankan penonton.

Malam itu, jumlah penonton yang hadir tidak banyak dan tempat duduk penonton tidak sedikit yang kosong. Meskipun demikian, suasana pertunjukan keroncong terlihat sangat hidup. Penonton dan pemain musik larut dalam suasana yang syahdu.

Kelompok musik ESKA tampil dengan delapan personel, yaitu Aab (vokalis), Sugeng Kusyanto (biola), Luki (selo), Samuel (bas betot), Sugeng (cak), Yuli (cuk), serta Susanto dan Ahmad (gitar).

Menurut Aab, kelompok musik ESKA berdiri sejak empat tahun lalu. Total personelnya sebanyak 12 orang. Kelompok itu berawal dari kumpulan anak muda yang biasa nongkrong di pinggir jalan. Mereka menyanyikan lagu-lagu latin dengan aransemen keroncong.

Aab dan anggota kelompok ESKA lainnya mengaku memilih musik keroncong karena jenis musik tersebut terdengar nyaman.

Selain itu, musik keroncong juga membutuhkan banyak alat yang tidak semua orang dapat memainkannya. (WIE)

Kompas, Rabu, 19 Maret 2008

Sabtu, 22 Maret 2008

''Demi Modernitas, Kita Suguhkan Soft Drink''

Bukan nyinyir, apalagi antimodernitas. Namun itu terjadi ketika Agus Riyanto, Bupati Tegal memaparkan renungannya tentang ke-Indonesia-an di negeri ini. Atas undangan Akademi Kebudayaan Tegal, Di Gedung Kesenian Kota Tegal, Minggu (3/2), dia menohok banyak orang. Dengan halus, malam itu dia kentara sekali menggunakan bahasa idiom, yakni ibunya sendiri, Ny Suciati (60), yang dia panggil ''mane'' dalam kesaksian penyampaian pidato kebudayaan.

Hampir satu jam, meski berpidato namun aksentuasinya mirip orasi budaya. Iia menyoroti hitam putih perilaku manusia, atau luruhnya nilai tradisional melawan gempitanya retorika tentang kemoderenan. Aneh, sepanjang itu hampir tidak ada celotehan dari mulut ratusan tamu. Mereka diam dan seperti terkesima.

''Moderenitas tidak butuh kampung halaman dan jati diri. Kita telah menggapai perubahan, namun siapa yang akan siap-siap menerima sertifikat kemodernan ? Lalu juga siapa yang bertanggung jawab menandatanganinya? Pikiran kitakah ?''

Saudara-saudara, teman, kawan, lawan, kawan yang diam-diam menjadi lawan (tapi ia tidak menyebut lawan yang diam-diam menjadi kawan), kata dia, tidak usah mengkhawatirkan keadaan. ''Kita terlempar sangat dalam pada lubang gelap kebudayaan.''
Kelatahan

Mengutip dialognya dengan ''mane'', ia menguliti tentang kelatahan orang tentang makanan hot dog melawan rujak, sayur lodeh yang cukup dihargai sebagai makanan rakyat. ''Sejujurnya, menyeruput badeg (larutan nira kelapa) itu nikmat. Namun demi modernitas, kita suguhkan soft drink untuk tamu,''ujarnya.

Pendek kata, kegagapan manusia tentang berbagai aspek, seperti musik gamelan melawan jazz, sampai bule yang mahir mendalang. Sekarang, kata dia lagi, orang lagi gandrung obat hernia imporan dari China. Namun, ketika dibuka kita tersipu. Isinya tujuh ekor undur-undur yang mudah diambil gratisan dekat pagar rumah. Kaus yang saya pakai ini, kata dia, dibeli dari Singapura. ''Namun, saya malu ketika lihat di televisi orang bule malahan bangga membeli koteka di Papua. Kita sudah tertipu merek,'' selorohnya.

Satu lagi, ujar dia, lompong atau sawi yang mudah dipetik dari kebun, ternyata di Jepang dikemas menjadi makanan berkelas. ''Tapi, masih banyak kambinghitam di negeri ini. Pendidikan masih bersedia dikambinghitamkan. Kurikulum yang bolak-balik ganti toh bisa kita tuding sebagai biang ketidakberdayaan kolektif ini,''selorohnya.(Nuryanto Aji-61)

Suara Merdeka, Selasa, 05 Februari 2008

Sulitnya Angkat Keroncong di Kota Tegal

DEWAN Kesenian Kota Tegal (DKT) bekerja sama dengan Akademi Kebudayaan Tegal (AKT), selama sepekan menggelar Pekan Keroncong (17 - 23 Maret 2008).

Rekayasa budaya yang baru kali pertama ada di Kota Bahari ini memang sebuah terobosan yang tidak populer, bahkan bisa disebut sebagai menuai kesia-siaan. Namun don‘t worry friends, langkah memang harus diayun, dan perjuangan butuh kesabaran.

Memunahnya musik keroncong (MK) di Kota Tegal memang menjadi keprihatinan. Karena kini sudah terletup, sah-sah saja DKT-AKT berharap ke depan akan muncul bibit baru pengeroncong dari generasi muda.

Kalaupun tetap statis, tak usah risau kawan, sebab Tegal rasanya memang tidak memiliki akar budaya MK. Karenanya, tak usah mematok parameter keberhasilan, sebab kalau apresiasi saja kurang, apalagi bicara target.

Lagian, MK kini sedang terpepet oleh revolusi industri musik elektronik, sehingga upaya mengangkat derajat musik ini adalah sebuah keberanian. ‘‘Betapa pun, MK harus dibangkitkan. Meski respons masih belum maksimal, namun ke depan kami berharap ada benteng yang mampu menahan keroncong dari bahaya kepunahan,” ujar Jushua Igho BG dari AKT.

Pentas grup keroncong Eska Latin pimpinan Sugeng Kusyanto mengawali pentas Senin malam (17/3) di Colosium (depan Gedung DPRD). Selasa menampilkan Paguyuban Seni Musik Keroncong (Bani Mukron) Irama Bersama, Rabu gantian Sapta, Kamis menampilkan Irama Bersama, dan Jumat diisi oleh Eska Latin. Kalau Kamis malam sepi, Rabu malam ramai penonton.

Respon Bagus
Menurut Koordinator musik, Sugeng Kusyanto, respons pemusik bagus. Terbukti, empat grup membentuk kelompok bernama Irama Bersama. Namun diakui, apresiasi masyarakat masih kurang, khususnya generasi muda. ”Salah satunya mungkin karena penampilan grup lagaran, atau tidak didukung oleh sound system,” ucapnya.Eska pun nampak gambling.

Meski alat dan pentas diseting tradisional, belasan lagu yang dibawakan kebanyakan lagu latin yang dikeroncongkan. Misalnya Besamo Mucho, El Poromtom Vero, Maliendo Cafe (kopi dangdut). Untuk mendekatkan selera pemirsa muda, Eksa tak lupa menyelipkan lagu seperti Hanya Ingin Kau Tahu (Republik), Bento dan Yesterday (dinyanyikan Drs Yusqon MPd).

”Wah, sayangnya penampilan tidak didukung oleh sound system ya,” tukas Kabid Perindustrian Dinas Perindustrian Perdagangan Pemkab Brebes Taufikurahman yang nonton pentas itu. Kabid Seni Budaya Akur Sajarwo mengibaratkan, MK itu selembut bubur, sehingga sulit dicerna tanpa didukung sound system, apalagi pertunjukkan diadakan di tempat terbuka. Terbukti, vokalis Eska, Aab seringkali harus memegang tenggorokan, karena keserakan. (Nuryanto Aji-15)

Suara Merdeka, 22 Maret 2008

Sabtu, 15 Maret 2008

Ide, gagasan, pemikiran, perenungan, perencanaan, kiprah, kesetiaan, kejujuran

Judul di atas menjadi latar belakang pembentukan Akademi Kebudayaan Tegal yang digagas pertama oleh Joshua Igho BG, lantas disambut penuh semangat oleh M Enthieh Mudakir, Atmo Tan Sidik, dan Wijanarto. Tujuan AKTA (demikian singkatan mudahnya) adalah :

1. Membuka ruang apresiasi, diskusi, pementasan seni.
2. Menggelar workshop, seminar, penelitian, pengemban.
3. Menerbitkan karya-karya.
4. Memperluas jaringan kebudayaan.
5. Memfasilitasi siapa pun yang ingin maju dan berkembang dalam seni.

Agenda:
- 2 Februari 2008: Orasi Budaya Agus Riyanto (Bupati Tegal) dengan tajuk Menggapai Sesuatu Yang Hilang.
- April 2008: Launching buku Kesan Pergaulan Bersama Adi Winarso.
- 4 Mei 2008: Pergelaran baca puisi Timur Sinar Suprabana.
- Oktober 2008: AKTA Award, penghargaan bagi masyarakat yang memiliki keteladanan di berbagai bidang.